SELATPANJANG, UTUSANRIAU.CO -- Semakin berkembangnya zaman atau bertambahnya tahun, cagar budaya yang berada di Kota Selatpanjang, Tebingtinggi, Kepulauan Meranti semakin hilang nilai sejarahnya. Pasalnya, bangunan bersejarah pada masa penjajah itu mulai dirubah dari bentuk semulanya.
Seperti masjid Al Falah, masjid tua yang sudah puluhan tahun itu terletak di Jalan Merdeka kini sudah tidak dalam bentuk aslinya. Masjid yang menjadi ikon Selatpanjang itu sebelumnya dirobohkan dan sekarang dibangun ulang kembali.
"Apa yang mau dijaga dan diselamatkan lagi, kan aturannya sudah ada diundang-undang cagar budaya. Apabila sudah berubah bentuk dari aslinya, tidak bisa dikatakan cagar budaya lagi," ujar Kasi Sejarah dan Purbakala, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Meranti, Abdullah kepada wartawan, Rabu (8/10).
Dicontohkannya, ketika bangunan direnovasi dengan dipaksa dirobohkan, sehingga desain utama bangunan jadi hilang, itu yang tidak bisa dikatakan cagar budaya. Namun parahnya, pihaknya tidak mengetahui hal tersebut, karena tanpa ada koordinasi sebelumnya.
“Pengawasan terhadap bangunan cagar budaya ini menjadi penting. Agar jangan sampai kecolongan lagi seperti pemugaran yang terjadi saat ini," sebut Abdullah.
Mantan guru sejarah itu juga menambahkan bahwa bangunan histori yang terdapat di ibukota Kabupaten termuda itu, masih terindikasi sebagai cagar budaya. Namun belum teregister sebagai benda cagar budaya (BCB).
"Kita juga belum bisa memastikan bahwa itu sebagai cagar budaya. Karena belum teregister dan melewati proses penelitian dari tim ahli," imbuhnya.
Namun kita sudah mengindikasi bahwa bangunan yang ada sudah dimasukkan kedalam BCB. Karena syarat ditetapkannya sebagai cagar budaya adalah benda tersebut sudah berusia diatas 50 tahun.
"Iya harus diatas 50 tahun, itu salah satu syaratnya," kata Abdullah.
Menurutnya, ketiadaan anggaran serta minimnya pendataan juga menjadi sebab masih terbengkalai puluhan BCB di daerah itu. Padahal, setiap benda cagar budaya adalah sumber sejarah.
"Agar nilai sejarahnya tetap melekat pada benda tersebut, dibutuhkan sistem registrasi untuk memberikan perlindungan atas benda, situs, maupun kawasan cagar budaya," kata Abdullah.
Diungkapkannya, hingga saat ini hanya ada tiga benda cagar budaya yang sudah kita daftarkan. "Ketiga cagar budaya itu berupa makam kuno seperti makam Tengku Sulung Tjantik di Selatpanjang, makam Datuk Setia Indra di Desa Tanjung Bunga dan makam Gemala Sari di Desa Gemala Sari," ungkap Abdullah.
Adapun bangunan yang terindikasi sebagai cagar budaya, namun sudah diubahsuaikan dari bentuk aslinya seperti rumah jenderal belanda yang sekarang menjadi rumah ketua DPRD, Kantor kontroler Belanda yang sekarang menjadi TK Adhyaksa, Kantor camat Tebingtinggi yang sekarang menjadi kantor DPPKAD, Kantor polisi zaman belanda yang kini jadi Polantas.
Sedangkan yang belum dirubah yang masih menampilkan sisi asli diantaranya Kantor pos, rumah dinas Danramil, rumah dinas Kapolsek, dan Bioskop Megah.***(rhd)
###