Gedung Pemerintah Jadi Surga Koruptor

Jumat, 13 Mei 2016 | 01:05:52 WIB
‎Advokat Ahmad Zulham, S.H.I###

BENGKALIS, UTUSANRIAU.CO -- Ungkapan ini disampaikan oleh ‎Advokat Ahmad Zulham, S.H.I‎, Jum'at (13/5/2016), lantaran terinspirasi dari pembangunan fisik "gedung pemerintah", yang merupakan sebuah refleksi antara hati dan akal, yang berhubungan dengan korupsi.

Menurutnya, jaman ini memang banyak sekali bentuk ketidakkonsistenan dalam hidup, tdk hanya soal menulis tentunya. Konsisten rasanya sudah menjadi barang mahal bagi "homo sapiens".

Seperti yang kita alami di zaman human error nan kacau pada abad ini. yang tifak lepas dari ungkapkan mengenai korupsi. 

Wow... dengan kalimat korupsi itu saja, kita sudah bisa ambil kesimpulan, bahwa korupsi bukanlah yang dapat dibenarkan. Korupsi di negara ini adalah persoalan nyata yang memggerogoti seluruh sendi kehidupan bangsa. 

Sudah bukan rahasia lagi kalau negara kita ini termasuk salah satu sarang koruptor paling banyak di dunia. Tidak di mana-mana, pelaku tilap-menilap yang bukan haknya sudah jadi mendarah daging. Di tingkat sekolah, tingkat RT, sampai tingkat Pemerintah Daerah bahkan Pusat, Wah, itu sudah jagonya.

Lantas apa sih definisi korupsi itu sendiri? 
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yg bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). 

Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri atau jajaran bitokrat, yg secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan sebagai amanah pada mereka.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur yakni; perbuatan melawan hukum; penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi; merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selain itu, terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya: memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan); penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan; ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara); menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah atau pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.

Nah... titik ujung korupsi dari korupsi itu pula adalah kleptokrasi, yang arti harfiahnya pemerintah oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi maupun tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.‎

Akhir-akhir ini tempramen mengatasnamakan bangsa mudah terbakar, apakah mengatas namakan suatu gerakan organisatoris berbasis nasional, sampailah klem kaderisasi.

Kita tidak perlu tersinggung, fakta memang begitu! Aparat sudah kehilangan rasa malu untuk meminta apa yang namanya pungutan liar. Itu terdapat dimana saja. Apakah dijalan, diruangan, terbuka maupun tertutup. Mereka yang merasa berhak mengatur juga tidak perlu merasa malu melakukan transaksi "tahu sama tahu" atas sebuah pelanggaran.

Ditataran Pemerintah pun fenomena ini terdeteksi. Katakanlah penguasaan posisi strategis yang menguasai aset pemerintah, bukan untuk mengamankan dan menyelamatkan aset tersebut. Namun betul-betul "mengamankannya" untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok saja.

Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas atau kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.

Sebagai contoh yang bisa kita petik, semisalnya pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.***

Penulis: Ahmad Zulham, S.H.I 

###

Terkini