Pecah Sudah, Perang di Timur Ukraina

Selasa, 27 Mei 2014 | 09:05:03 WIB

DONETSK, UTUSANRIAU.CO — Dua helikopter terbang rendah menuju terminal bandara yang berkilauan dan melepaskan tembakan roket pada target tak terlihat di balik barisan pepohonan di sekitar bandara, mengirimkan segumpal hitam tebal asap mengepul ke udara.

Kedua helikopter kemudian kembali melepaskan tembakan, ketika satu-dua letusan senapan menyalak dari daratan. Satu helikopter melepaskan tembakan ke kaca depan terminal Bandara Donetsk, yang beberapa jam sebelumnya merupakan tempat para penumpang terbang ke luar Ukraina.

Selama berjam-jam, Senin (26/5/2014), rentetan tembakan senapan mesin berat dan ledakan menjadi bunyi yang mendominasi di Donetsk, di kawasan timur Ukraina ini. "Perang" tersebut merupakan bagian dari upaya Pemerintah Ukraina merebut kembali kendali pusat transportasi strategis di kota besar yang dikuasi kelompok pro-Moskwa tersebut.

"Ini seperti di Chechnya," kata Mikhail Rozhkov, mantan penambang, sembari terengah-engah saat dia bersepeda untuk memeriksa kondisi ayahnya yang berusia 76 tahun, yang bekerja sebagai penjaga garasi di dekat bandara. "Mereka menembakkan roket dan mortir. Ini menakutkan."

Rozhkov mengatakan, dia dan ayahnya bersembunyi di ruang bawah tanah, dan berusaha pulang untuk memastikan kondisi ibunya. "Saya harus memberitahunya bahwa ayah baik-baik saja dan hidup. (Namun) aku tidak tahu, bahkan untuk besok," ujar dia.

Sebelumnya, puluhan orang bersenjata berat dari kelompok warga pro-Moskwa merebut bandara tanpa ada satu pun tembakan keluar. Mereka, yang sebagiannya mengenakan topi cossack dan berjenggot panjang, menuntut para tentara penjaga bandara untuk ditarik.

Semua penerbangan masuk dan keluar bandara Donetsk dihentikan sebelum pemerintah menerbangkan jet tempur dan senjata berat untuk menyerang kelompok yang menguasai bandara tersebut, Senin siang.

Bandara ini sebelumnya pernah mendapatkan perbaikan besar-besaran untuk menyongsong kejuaraan sepak bola Eropa pada 2012. Nilai perbaikan saat itu mencapai 900 juta dollar AS. Serangan pada bandara ini dilakukan setelah kelompok yang menguasainya mengabaikan ultimatum batas waktu jam makan siang untuk meninggalkan bandara.

"Saat suasana tenang, tiba-tiba dua ledakan terjadi, disusul dua ledakan lain, yang sepertinya ditembakkan dari pesawat," kata Maksim Bakhal, seorang pekerja pemakaman di tepi bandara. "Kemudian tiga helikopter terbang dan ada tembakan senapan mesin," ujar dia. "Lalu ada tembakan dari semua sisi bandara dengan senjata berat dan meriam."

Di biara Svatoiversky, kubah emas yang berjarak beberapa ratus dari bandara, tujuh suster terjebak pertempuran ini. "Ke mana mereka pergi?" tanya seorang perempuan berkerudung kepada imam berjenggot yang membawanya ke biara.

"Anda ingin tahu apa yang para biarawati itu lakukan?" tanya sang imam yang kembali satu jam kemudian. "Mereka berdoa."

Pertempuran pada Senin ini merupakan yang pertama setelah kelompok-kelompok di kawasan timur, yang menguasai perdesaan dan perkotaan sekitar Donetsk, mulai merangsek masuk ke kota ini.

"Kami tidak bisa melarikan diri dari perang saat ini. Seratus persen yakin," kata pendukung pro-Moskwa, Sergei, begitu suara pesawat jet menderu menuju bandara. "Ini hanya awal."

Setelah empat jam, pertempuran sporadis sepertinya mereda. Namun, jalanan di sekitar bandara tetap sepi. Hanya kelompok pro-Moskwa yang terlihat berjongkok di tepi jalan dan berteriak ketika mobil yang membawa wartawan AFP melaju cepat meninggalkan kawasan tersebut.

"Masih terlalu dini untuk mengatakan bagaimana pertempuran akan berjalan," kata seorang pejuang separatis senior, yang berdiri agak jauh dari bandara dengan menyandang senapan Kalashnikov. "Kami tak memiliki informasi tentang korban tewas atau terluka," imbuh lelaki itu.

Konfrontasi sengit meletus setelah Presiden Ukraina terpilih, Petro Poroshenko, bersumpah tak akan membiarkan kelompok pejuang di kawasan timur negaranya mengubah wilayah itu menjadi semacam Somalia. Dia yang terpilih dalam pemilu pada hari Minggu (25/5/2014) mengatakan, penumpasan pemberontak akan berlanjut, tetapi dengan operasi yang lebih efisien.

Poroshenko mengatakan, dia berencana mendatangi wilayah Donbass, region tempat Donetsk merupakan ibu kotanya, sebagai bagian dari langkah pertamanya setelah terpilih. Namun, kelompok pro-Moskwa menyatakan bahwa dia tak diterima di sana.

"Situasi semakin buruk. Sangat tidak cerdas bila Poroshenko ingin datang ke sini. Orang tak ingin melihatnya," kata salah satu pemimpin kelompok pro-Moskwa di Donetsk, Denis Pushilin.

"Dialog mungkin saja dilakukan, tetapi hanya di hadapan mediator, dan mediator itu adalah Rusia," imbuh Pushilin seraya menyebutkan sejumlah persyaratan, termasuk pertukaran tawanan dan penarikan pasukan dari Donbass. (kompas.com)

Terkini