SURIAH, UTUSANRIAU.CO - Bashar al-Assad kembali terpilih sebagai presiden Suriah setelah mengantongi 88,7 persen suara dalam Pemilu yang digelar di negeri yang tengah berkecamuk tersebut.
Pemilu yang banyak menuai respon dari berbagai kalangan ini berujung pada pemenangan Assad yang jauh mengantongi suara mayoritas. Kelompok pemberontak bahkan menyebut Pemilu yang digelar sebagai sebuah sandiwara.
Juru Bicara Parlemen, Mohammad al-Lahham menyebutkan para calon lainnya yang bersaing dalam Pemilu itu memperoleh suara jauh dibanding Assad. Mereka mendapatkan suara di bawah lima persen dalam pemungutan yang berlangsung Selasa (3/6) kemarin. Hasan al-Nuri memperoleh 4,3 persen suara, sementara Maher al-Hajar memperoleh 3,2 persen suara. Dua nama ini tidak pernah terdengar sebelumnya.
"Saya mengucapkan selamat kepada Suriah yang telah memilih pemimpinnya yang akan membawa masyarakatnya ke tepina keamanan dan stabilitas," kata Lahham dalam pernyataannya seperti dikutip AFP, Kamis (5/6/2014).
Pemilu ini diselenggarakan di sekitar 40 persen wilayah Suriah. Di mana wilayah tersebut termasuk dalam kendali rezim militer Suriah.
Berbagai kalangan mengecam Pemilu yang diselenggarakan di negeri yang terus dilanda kecamuk perang. Kepala NATO Anders Fogh Rasmussen pun menyebut pilpres tersebut sebagai "lelucon." Alasannya, pemilihan tersebut tidak memenuhi standar internasional.
"Pemilihan presiden Suriah merupakan lelucon," cetus Rasmussen seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (3/6/2014).
"Itu tidak memenuhi standar internasional untuk pemilihan yang bebas, adil dan transparan dan saya yakin, tak ada sekutu NATO yang akan mengakui hasil dari apa yang disebut pemilihan ini," tutur Rasmussen.
Prancis melalui Menteri Luar Negeri Laurent Fabius, bahkan menyebut pemilu yang digelar di Suriah sebagai pemilihan palsu. "Dalam pemilihan ini, pilihannya hanya antara Bashar dan Bashar," ucap Fabius merujuk pada pemimpin Suriah Presiden Bashar al-Assad, seperti dilansir AFP, Rabu (4/6/2014).
"Pemilu yang palsu ini hanya akan membenarkan kemampuan Bashar al-Assad untuk melanjutkan jenis kebijakannya yang kita semua ketahui, yakni pertempuran sengit (melawan oposisi) dan mempertahankan dirinya sendiri dalam kekuasaan," imbuhnya.
Menurut Fabius, pemilu ini sama sekali tidak akan membantu untuk menyelesaikan konflik berdarah yang terus berlangsung di Suriah.
Negara adikuasa AS bahkan mengecam Pemilu yang sedari awal diyakini bahwa Assad yang akan tampil sebagai pemenangnya.
"Pemilihan presiden di Suriah memalukan," cetus juru bicara Departemen Luar Negeri AS Marie Harf seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (4/6/2014).
"Kredibilitas Assad saat ini tidak lebih baik daripada kemarin," imbuh Harf. (detiknews.com)