UTUSANRIAU.CO. BENGKALIS - Pengadilan Negeri Bengkalis kembali menggelar sidang lanjutan perkara penyerobotan lahan menghadirkan Pakar Hukum Pidana Universitas Riau, DR Erdianto Effendi sebagai saksi ahli. Selasa (27/09).
Ketua Majelis Hakim Bayu Soho Rahardjo pada saat memperkenalkan diri saksi ahli DR Erdianto Effendi dan membaca curikulum vite sebanyak 17 lembar menyakini saksi ahli ini pakar dalam bidangnya.
DR Erdianto Effendi dalam pandangan atau pendapatnya menyatakan kasus penyerobotan lahan ini dakwaan pasal 385 KUHP terhadap terdakwa Asia alias Asin (53) tidak sesuai dengan objek perkara alias Objek Error
" Dalam pasal 385 dimana objeknya adalah tanah, bukan termasuk bangunan, tanaman yang ada diatasnya. Dalam perkara ini terlapor Asin menanam tanaman seharusnya dakwaannya UU no 51 PRP 1960 pasal 2 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya," ungkap DR Erdianto Effendi atas pertanyaan PH Asin.
Kemudian Henri Zanita, SH.,MH dan Hermansyah Siregar, SH penasehat hukum terdakwa Asia menanyakan dakwaan pasal 263 pemalsuan surat hanya berdasarkan tidak tercatat atau teresgiter di kelurahan Tanjung Kapal.
Ahli mengatakan," Tidak dicatat di kelurahan atau kantor desa tidak berarti palsu karena permasalahan selama ini aparat kelurahan belum mempunyai arsip surat yang memadai. Apabila kedua surat diragukan kita bisa gunakan fakta di lapangan.Bisa mencocokkan siapa sepadan dan luas tanah ( luas tanah sering bermasalah)," terang saksi ahli.
Ahli menyampaikan pendapat bukan fakta misalkan apabila memberikan keterangan dimuka penyidik dan di persidangan yang dianggap benar karena di hadapan penyidik hanya satu arah
Alat bukti
Alat bukti yang sah, juga alat bukti yang relevan dan surat di sita untuk tidak dipalsukan di buat kemudian hari
Diluar sidang, Dr. Erdianto Effendi mengatakan kepada wartawan, jika terdakwa mempunyai surat, maka tidak cocok dikenakan pasal 385, namun murni kasus perdata. Dan surat tersebut disesuaikan dengan di lapangan, nama surat yang paling cocok itulah yang sah.
Kemudian, terdakwa juga dikenakan pasal 263, sedangkan yang bersangkutan seorang buta huruf, jadi bagaimana dia bisa memalsukan surat. Bahkan dimungkin dia sendiri tidak tahu mana surat yang asli mana yang palsu.
“Jadi, kalau tidak terbukti unsur-unsur yang didakwakan seharusnya dibebaskan. Sebab dilihat dari kronologi kasus, perkara ini bukan pidana, tapi perdata. Dan kedua pasal itu tidak tepat dan tidak sesuai diterapkan dengan kasus yang sedang berjalan ini, "tutupnya.
Menanggapi fakta-fakta persidangan, Penasehat hukum Henri Zanita, SH.,MH menyampaikan, bahwa sesuai fakta persidangan yang disampaikan ahli, bahwa pemalsuan surat pasal 263 ayat (1) itu tidak sesuai diterapkan kepada orang yang buta huruf.
"Kemudian, pasal 385 tentang penyerobotan lahan ini juga tidak masuk unsur sesuai keterangan ahli saat kita tanya. Sehingga kami harapkan hakim jeli terhadap perkara ini, dan keadilan harus benar-benar ditegakkan, "ungkapnya.
Lahan yang disengketakan ini kurang lebih luasnya sekitar 2 hektar berlokasi di RT/RW: 14/04, dusun Rampang, kelurahan Tanjung Kapal, kecamatan Rupat, kabupaten Bengkalis, provinsi Riau. Dan untuk sidang lanjutan pekan depan, dengan agenda pemeriksaan terdakwa.(yulistar)