UTUSANRIAU.Co. BENGKALIS - Tuberkulosis (TBC ) masih menjadi beban kesehatan yang penting di Indonesia dan menimbulkan masalah yang kompleks secara medis dan sosial, ekonomi dan budaya. Berdasarkan WHO Global TB Report 2020, Indonesia merupakan negara dengan beban TBC tertinggi kedua di dunia . Penularan dan perkembangan penyakit TBC semakin meluas karena dipengaruhi oleh faktor sosial seperti kemiskinan, urbanisasi, gaya hidup tidak aktif, penggunaan tembakau dan alkohol (WHO, 2020).
TBC menjadi tantangan pembangunan Indonesia karena 75%penderita TBC berada pada kelompok usia produktif, 15-54 tahun (Riskedas, 2018). Lebih dari 25% pasien TBC dan 50% pasien TBC resistan obat berisiko kehilangan pekerjaan karena penyakit ini (Subdirektorat Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2019).
Salah satu strategi nasional pemberantasan tuberkulosis yangdisebutkan dalam Perpres tersebut adalah intensifikasi upaya kesehatan dalam rangka penanggulangan TBC dimana salah satu upaya intensifikasi yang digalakkanadalah pemberian obat pencegahan.
Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) yang dimaksud diberikan pada Infeksi Tuberkulosis Laten (ILTB). ILTB adalah suatu kondisi dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu sepenuhnya menghilangkan Mycobacterium tuberculosis dari dalam tubuh tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala penyakit TBC. Penderita ILTB jika dilakukan pemeriksaan Tuberculin Skin Test (TST) atau Interferon Gamma-Release Assay (IGRA) hasilnya positif, namun hasil pemeriksaan rontgen dada normal dan hasil pemeriksaan dahak dan Xpert MTB/Rif® negatif .
Kasus ILTB di Indonesia yang diberikan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) telah diperkenalkan sejak tahun 2016 dengan sasaran anak di bawah usia 5 (lima) tahun yang kontak dengan kasus TBC aktif dan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang tidak sakit TBC. Pada tahun 2019, diperkirakan sekitar 1,7 juta kasus ILTB di Indonesia akan bersentuhan dengan kasus TBC aktif dan populasi berisiko lainnya. Berdasarkan data Global TB Report (GTR, 2019) cakupan pemberian TPT pada anak di bawah 5 (lima) tahun dan ODHA sebesar 10% sama dengan kohort tahun 2018. Pencapaian ini masih jauh dari target yang diharapkan baik untuk anak di bawah 5 (lima) tahun maupun ODHA yakni sebesar 40%.
Pada tahun 2020 Kemenkes menerbitkan Pedoman Teknis Penanganan Infeksi TB Laten sebagai dasar penggunaan TPT secara lebih luas pada pasien immunocompromised lainnya (pasien yang menjalani pengobatan kanker, pasien yang mendapatkan pengobatan cuci darah, pasien yang mendapatkan kortikosteroid jangka panjang, pasien yang sedang mempersiapkan transplantasi organ , dll ), Keluarga Pemasyarakatan (WPB), tenaga kesehatan, pesantren, barak militer dan pengguna narkoba suntik.
Pemberian TPT kepada kelompok sasaran di atas diharapkan dapat mencegah seseorang yang berisiko tertular TBC, memutus mata rantai penularan TBC, dan mencapai eliminasi TBC pada tahun 2030. Pemberian TPT saat ini diperluas dengan memberikan pembinaan jangka pendek dengan pemberian selama 3 bulan dengan INH dan Rifapentine (3HP) setiap minggu dan pengobatan selama 3 bulan dengan INH dan Rifampicin (3HR) setiap hari sesuai rekomendasi terbaru WHO tahun 2020 untuk meningkatkan cakupan dan angka kepatuhan pengobatan.
Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Wilayah III Dumai, dr R Melda Indri Purnama Sosialisasi Tuberkulosis.TB Resisten Obat di Wilayah kerja kab Bengkalis disalah satu hotel di Bengkalis, Selasa (19/09/23).
Sementara itu Bagus Santoso wakil Bupati Bengkalis mengenang sejak dulu mengenai TB yang masih terus mengancam warga khususnya di kabupaten Bengkalis. "Sehat itu murah dan sakit itu mahal dan Definisi Sehat dari WHO sehat itu bukan fisik juga mental, pada saat kita sakit harta itu tidak ada apa-apanya," kata Bagus Santoso
Untuk UHC (Universal Heard Coperate) jaminan kesehatan kabupaten Bengkalis sudah menggelontorkan APBD mencapai Rp. 600 Miliar dan Bengkalis yang mampu pelayanan jaminan kesehatan/UHC. ***rls