Oleh: H. Zulkarnain, Dewan Redaksi Utusan Riau
Pengelola hutan yang berkelanjutan menjadi salah satu kunci untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Di tengah meningkatnya tantangan perubahan iklim dan degradasi lingkungan, upaya ini sekaligus dapat mendukung pembangunan ekonomi yang bertanggung jawab. Menjawab tantangan tersebut, Grup APRIL telah menerapkan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 sebagai komitmen ‘ambisius’ dalam kerangka APRIL2030. Inisiatif ini tidak hanya menegaskan peran sektor swasta dalam konservasi hutan, tetapi juga menunjukkan bagaimana integrasi antara kebijakan, teknologi, dan kemitraan strategis. Targetnya adalah menciptakan dampak positif jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat.
Urgensi Transformasi Industri Kehutanan: Sebuah Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kawasan hutan tropis terluas di dunia, menjadikannya penyumbang penting dalam menjaga stabilitas iklim global dan keanekaragaman hayati.
Namun, tekanan terhadap kawasan hutan akibat aktivitas manusia seperti pembalakan liar, alih fungsi lahan, dan praktik pengelolaan yang tidak berkelanjutan terus meningkat. Situasi ini menuntut adanya langkah nyata dan terukur dalam pengelolaan hutan yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga memperhatikan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial.
Sebagai respons terhadap tantangan tersebut, sektor industri kehutanan di Indonesia mulai bertransformasi menuju model pengelolaan yang lebih bertanggung jawab. PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), bagian dari Asia Pacific Resources International Limited (APRIL Group), menjadi salah satu pelopor dalam menerapkan pendekatan pengelolaan hutan berkelanjutan melalui kebijakan Sustainable Forest Management Policy (SFMP) 2.0 yang diluncurkan pada tahun 2015.
Kebijakan ini kemudian diperkuat oleh komitmen jangka panjang melalui inisiatif APRIL2030, yang menargetkan pencapaian pembangunan berkelanjutan dalam empat pilar utama: iklim positif, lanskap yang berkembang, pertumbuhan inklusif, dan kemajuan yang berkelanjutan.
Penerapan SFMP 2.0 menandai pergeseran paradigma dalam industri kehutanan, dari sekadar memenuhi standar legalitas menuju pengelolaan yang berbasis prinsip keberlanjutan jangka panjang. Kebijakan ini mencakup komitmen untuk tidak melakukan deforestasi, perlindungan terhadap kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) dan stok karbon tinggi (High Carbon Stock/HCS), serta penguatan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Langkah-langkah ini tidak hanya berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan, tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih harmonis antara perusahaan, masyarakat lokal, dan pemangku kepentingan lainnya.
Lebih jauh, melalui visi APRIL2030, perusahaan berupaya memperluas dampak positifnya dengan menetapkan target ambisius yang terukur, seperti mencapai emisi karbon bersih nol, memulihkan 1 juta hektare lanskap, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui program pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi. Inisiatif ini mencerminkan pendekatan holistik yang menyatukan dimensi ekologi, sosial, dan ekonomi, sekaligus menunjukkan bagaimana sektor swasta dapat mengambil peran aktif dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan nasional dan global, termasuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Paparan di atas menunjukkan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan inovasi kebijakan dalam menjaga fungsi ekologis hutan sekaligus menciptakan nilai ekonomi dan sosial. Dengan mengkaji implementasi SFMP 2.0 dan APRIL2030, tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan praktik terbaik dalam pengelolaan hutan berkelanjutan yang dapat direplikasi dan dikembangkan di berbagai wilayah lainnya.
Dari Implementasi ke Aksi: Praktek SFMP 2.0 oleh PT RAPP
Implementasi SFMP 2.0 oleh PT RAPP telah berjalan secara konsisten sejak diluncurkan tahun 2015. Salah satu pencapaian signifikan adalah komitmen No Deforestation, di mana perusahaan tidak lagi membuka lahan dari hutan alam untuk keperluan produksi.
Pemantauan citra satelit dan data internal perusahaan memperlihatkan bahwa sejak 2015, tidak ada ekspansi operasional ke dalam kawasan berhutan alam. Selain itu, sekitar 480.000 hektare lahan dilindungi sebagai kawasan konservasi dan restorasi, termasuk proyek restorasi ekosistem di Semenanjung Kampar dan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil.
Praktik pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan juga menjadi elemen penting dalam kebijakan SFMP 2.0. Program Desa Bebas Api (Fire-Free Village Program) yang diinisiasi sejak 2015 berhasil menurunkan angka kebakaran lahan secara signifikan di wilayah operasional perusahaan. Pendekatan berbasis insentif dan pelatihan masyarakat telah menciptakan kolaborasi yang efektif dalam upaya pencegahan kebakaran dan perusakan hutan, serta memperkuat hubungan sosial antara perusahaan dan warga desa.
Upaya konservasi dalam kerangka SFMP 2.0 juga mencakup perlindungan terhadap spesies flora dan fauna yang terancam punah. Melalui kerja sama dengan lembaga konservasi dan akademisi, PT RAPP melakukan pemantauan keanekaragaman hayati secara berkala di area restorasi dan konservasi, termasuk penggunaan kamera trap untuk mendeteksi keberadaan satwa kunci seperti harimau Sumatra dan beruang madu. Hasil pemantauan ini tidak hanya digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan konservasi, tetapi juga menjadi indikator keberhasilan dalam menjaga integritas ekologis kawasan yang dikelola.
Di sisi operasional, perusahaan menerapkan pendekatan landscape-level management dengan memadukan kegiatan produksi dan konservasi dalam satu kesatuan perencanaan wilayah. Hal ini memungkinkan optimalisasi fungsi lahan tanpa mengorbankan nilai ekologisnya. Pemanfaatan teknologi seperti sistem pemetaan digital, drone, serta analisis spasial memungkinkan deteksi dini terhadap potensi risiko lingkungan, seperti banjir, kebakaran, atau gangguan terhadap habitat satwa liar. Dengan integrasi ini, pengelolaan hutan menjadi lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan maupun sosial di sekitarnya.
Penerapan SFMP 2.0 juga diperkuat oleh prinsip transparansi dan akuntabilitas. PT RAPP secara rutin mempublikasikan laporan keberlanjutan serta membuka akses terhadap data pemantauan lingkungan kepada publik dan pemangku kepentingan. Selain itu, perusahaan menjalani audit oleh pihak ketiga independen untuk memastikan bahwa kebijakan yang diadopsi benar-benar diimplementasikan di lapangan. Langkah-langkah ini memperkuat kepercayaan publik dan menciptakan standar praktik terbaik yang dapat dijadikan acuan oleh pelaku industri kehutanan lainnya di Indonesia.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan: Kontribusi APRIL2030
Inisiatif APRIL2030 yang diluncurkan pada tahun 2020 merupakan perluasan dari SFMP 2.0, yang tidak hanya berfokus pada perlindungan hutan, tetapi juga mencakup aspek perubahan iklim, ekonomi inklusif, dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu pencapaian utama adalah investasi pada energi terbarukan dan efisiensi energi, yang telah menurunkan intensitas emisi karbon dari kegiatan industri. Data internal menunjukkan bahwa intensitas emisi dari pabrik pulp dan kertas perusahaan menurun sebesar lebih dari 30% sejak baseline awal tahun 2019.
Selain itu, APRIL2030 menargetkan pemulihan satu juta hektare lanskap melalui inisiatif “1-for-1 Restoration”, di mana untuk setiap hektare hutan produksi ditanami, satu hektare lainnya dipulihkan. Hingga akhir tahun 2023, perusahaan telah merestorasi lebih dari 400.000 hektare lahan, menjadikannya salah satu proyek restorasi ekosistem terbesar yang dilakukan oleh sektor swasta di Asia Tenggara. Komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat juga terefleksi dalam program pendidikan vokasi, pemberdayaan perempuan, serta peningkatan akses layanan kesehatan dan air bersih di desa-desa sekitar wilayah operasional.
Dalam upaya mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon, APRIL2030 juga berkomitmen untuk mencapai net zero emission dalam jangka panjang. Untuk itu, perusahaan mengintegrasikan praktik pertanian dan kehutanan berkelanjutan, termasuk agroforestry dan penggunaan varietas tanaman yang lebih efisien dalam menyerap karbon. Program monitoring karbon yang terstandarisasi turut diterapkan untuk menghitung, melaporkan, dan memverifikasi emisi serta penyerapan karbon dari seluruh aktivitas operasional dan restorasi lahan. Pendekatan ini memperkuat kontribusi APRIL terhadap pencapaian target iklim nasional (NDC Indonesia) dan komitmen global dalam Kesepakatan Paris.
Dari sisi sosial, strategi inklusi dalam APRIL2030 didesain untuk memperkuat ketahanan ekonomi komunitas lokal melalui skema community development yang berbasis potensi daerah. Program kewirausahaan berbasis sumber daya lokal, seperti pengembangan ekowisata, kerajinan tangan, dan pengolahan hasil hutan bukan kayu, memberikan peluang pendapatan alternatif bagi masyarakat. Selain itu, pelatihan keterampilan kerja dan kemitraan ekonomi telah mendorong peningkatan peran generasi muda dan perempuan dalam pembangunan desa, menciptakan dampak sosial yang berkelanjutan dan berbasis partisipasi.
Keberhasilan APRIL2030 juga tidak lepas dari kolaborasi multipihak yang melibatkan pemerintah, organisasi non-pemerintah, akademisi, serta komunitas lokal. Pendekatan kolaboratif ini menjadi landasan penting dalam menjawab kompleksitas tantangan pembangunan berkelanjutan di tingkat lanskap. Melalui forum-forum dialog dan platform kemitraan, perusahaan berupaya membangun konsensus, memperkuat akuntabilitas, dan meningkatkan transfer pengetahuan serta inovasi. Dengan model kolaboratif ini, APRIL2030 tidak hanya menjadi kerangka kerja internal perusahaan, tetapi juga menjadi contoh model tata kelola keberlanjutan yang dapat direplikasi secara lebih luas.
SFMP 2.0 dan APRIL2030: Tantangan dan Pembelajaran
Meskipun berbagai kemajuan telah dicapai, implementasi SFMP 2.0 dan APRIL2030 tidak terlepas dari tantangan. Di antaranya adalah koordinasi lintas sektor dalam tata kelola lanskap, keterbatasan data ekosistem di
tingkat tapak, dan resistensi awal dari sebagian masyarakat terhadap pendekatan baru perusahaan. Namun, perusahaan mengatasinya melalui dialog multipihak, kolaborasi dengan LSM dan akademisi, serta peningkatan kapasitas internal dan eksternal dalam pemantauan dan evaluasi.
Pembelajaran penting dari praktik ini adalah bahwa keberhasilan pengelolaan hutan berkelanjutan tidak semata-mata bergantung pada kebijakan tertulis, tetapi pada komitmen jangka panjang, konsistensi pelaksanaan, transparansi data, serta pelibatan aktif seluruh pemangku kepentingan. Pendekatan kolaboratif yang diterapkan oleh PT RAPP dan APRIL Group menunjukkan bahwa transformasi industri menuju keberlanjutan adalah mungkin, bahkan di sektor yang selama ini kerap dikaitkan dengan tekanan terhadap lingkungan.
Salah satu tantangan krusial lainnya adalah menjaga keseimbangan antara produktivitas ekonomi dan perlindungan lingkungan dalam jangka panjang. Di tengah dinamika pasar global dan tekanan terhadap efisiensi produksi, ada risiko bahwa komitmen keberlanjutan dapat tergeser oleh kepentingan jangka pendek. Oleh karena itu, integrasi prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam proses bisnis inti—termasuk dalam perencanaan strategis, penganggaran, dan penilaian risiko—menjadi langkah penting agar inisiatif seperti SFMP 2.0 dan APRIL2030 tetap relevan dan berkelanjutan di tengah perubahan eksternal.

Ket Foto : Foto: Komitmen dan Target APRIL2030 yang disusun dengan cermat dan matang. Sumber foto :aprilisia.com
Selain itu, tantangan komunikasi dan edukasi publik juga menjadi sorotan. Upaya membangun pemahaman masyarakat terhadap tujuan dan manfaat jangka panjang dari pengelolaan hutan berkelanjutan sering kali terhambat oleh rendahnya literasi lingkungan serta terbatasnya akses informasi yang transparan. Untuk itu, perusahaan perlu terus memperkuat strategi komunikasi yang berbasis bukti, memperluas jangkauan kampanye edukatif, serta melibatkan media dan institusi pendidikan dalam menyebarluaskan praktik baik yang telah terbukti berhasil.
Ke depan, keberhasilan inisiatif keberlanjutan seperti SFMP 2.0 dan APRIL2030 sangat bergantung pada kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim, perkembangan teknologi, dan dinamika sosial-ekonomi di tingkat lokal maupun global. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk terus melakukan inovasi, memperluas kemitraan strategis, dan menjadikan pembelajaran dari lapangan sebagai dasar pengembangan kebijakan. Dengan pendekatan ini, PT RAPP dan APRIL Group berpotensi menjadi model transformatif dalam tata kelola hutan produksi yang tidak hanya produktif secara ekonomi, tetapi juga adil secara sosial dan lestari secara ekologis.
Penutup: Hutan sebagai ‘Jembatan’ Masa Depan
Lebih dari sekadar strategi bisnis, SFMP 2.0 dan APRIL2030 mencerminkan sebuah pergeseran nilai dalam industri kehutanan—dari eksploitasi menuju regenerasi, dari keuntungan sesaat menuju tanggung jawab lintas generasi. Inisiatif ini menjadi bukti bahwa ketika keberlanjutan dijadikan fondasi utama, hutan bukan hanya dapat dijaga, tetapi juga menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih adil, hijau, dan seimbang bagi manusia dan alam.
Dengan segala pencapaian dan tantangan yang dihadapi, implementasi SFMP 2.0 dan inisiatif APRIL2030 membuktikan bahwa komitmen jangka panjang, kolaborasi lintas sektor, serta pendekatan berbasis sains dan partisipasi masyarakat merupakan kunci utama dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan berdaya tahan menghadapi masa depan.***