UTUSANRIAU.CO - Selain sebagai kewajiban beribadah bagi umat Islam, puasa sebulan penuh sebenarnya merupakan salah satu cara detoksifikasi. Tubuh 'diistirahatkan' dari makan berlebihan yang tinggi kalori serta lemak, sehingga sistem pencernaan menjadi lebih baik. Selain untuk kesehatan, puasa juga bisa membantu turunkan berat badan berlebih.
Namun kenyataan yang terjadi, justru banyak orang yang berat badannya bertambah bahkan berpotensi mengalami berbagai gangguan kesehatan mulai dari yang ringan hingga serius. Penyebabnya, tidak lain karena pola makan ketika berpuasa cenderung tidak sehat.
Umumnya orang Indonesia lebih memilih berbuka dengan gorengan ketimbang buah segar, kolak ketimbang kurma, es campur daripada air putih bahkan sebagian membatalkan puasanya dengan sepiring nasi lengkap dengan lauknya. Belum lagi berbagai jenis es, makanan manis atau makanan dengan kandungan garam dan gula tinggi.
Menjelang Hari Raya, pola makan bisa semakin tidak terkontrol. Ketupat, opor ayam, sambal goreng hati, gulai, rendang, semua makanan berlemak dan berkolesterol tinggi yang tersaji di meja. Jarang kita menemukan lalapan, sayur bening atau sajian sayuran lain saat Lebaran. Jangan lewatkan juga kue-kue kering dan basah, dodol, cake, serta penganan manis lainnya.
Pola makan tersebut membuat banyak orang cenderung mengonsumsi lebih banyak gula ketimbang bulan-bulan biasanya. Asupan gula tidak sekadar dari makanan manis dan gula pasir. Tapi gula juga bisa datang dari karbohidrat seperti nasi, mie, tepung juga buah. Bisa dibayangkan, berapa banyak gula yang dikonsumsi selama 29 atau 30 hari menjalankan puasa. Akibat dari konsumsi gula berlebihan pun cukup mengkhawatirkan.
"Akibatnya nggak bisa langsung ya. Tapi kalau berat badan bertambah setelah puasa pasti dia berlebihan pas buka puasanya. Makan malam dan sahur terlalu banyak dan pasti dia terlalu banyak makan manis dan karbohidrat," terang pakar gizi Prof. Dr. Hardinsyah, MS., saat dihubungi Wolipop melalui telepon, Kamis (10/7/2014).
Selain kegemukan, dampak yang bisa timbul dalam jangka panjang bisa lebih serius lagi. Pakar gizi lulusan University of Queensland, Australia yang akrab disapa Hardin ini menuturkan konsumsi makanan manis yang berlebihan juga berpotensi meningkatkan risiko penyakit diabetes. Saat seseorang terus menerus makan manis, sementara insulin menjadi tidak sensitif dan tidak bisa lagi mengubah glukosa menjadi lemak, gula akan bertumpuk di dalam darah yang akhirnya menyebabkan kencing manis atau diabetes. (wolipop.com)
###