Rokanhulu, utusanriau.co - Merasa kasihan dengan nasib anaknya Reza Ahmadi (11), seorang ibu bernama Mira (31) asal Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, mengadu ke Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Rokan Hulu di Pasir Pengaraian.
Warga Dusun 39 Jadi Makmur itu datang ke Kantor KPAID di Pasirpangaraian Senin (17/2/2014) sore kemarin didampingi Anggota DPRD Rohul Dapil dua Tambusai Utara, Suparmin. Kepada KPAID, Mira mengharapkan anak laki-lakinya yang masih berusia 11 tahun tersebut tidak bekerja keras lagi di perkebunan milik pengusaha di Mahato untuk menggantikan ayahnya yang sudah meninggal dunia baru-baru ini.
Mira menginginkan, anak laki-lakinya tersebut bisa bersekolah seperti anak-anak seusia di desanya. Reza terpaksa putus sekolah dari SDN 032 Mahato sejak ayahnya Wahid (66) sakit sampai meninggal dunia sejak Juli 2013 lalu. Demi membantu ekonomi keluarganya, anak di bawah umur itu harus bekerja mendodos kelapa sawit di salah satu perkebunan milik pengusaha di Mahato.
Mira juga mengeluhkan sikap cuek pengusaha bekas tempat suaminya bekerja, sebab saat suaminya sakit paru-paru hingga meninggal dunia, tidak ada bantuan untuk biaya perobatannya.
Suaminya baru diobatkan setelah Anggota DPRD Rohul Suparmin mengetahuinya. Wahid sempat dirawat di rumah sakit. Setelah dinyatakan sembuh, tak lama dibawa pulang ke rumah dia meninggal dunia. Sejak dia meninggal, anak laki-lakinya yang masih di bawah umur itu yang menggantikan posisinya mendodos kelapa sawit di lahan sekitar 16 hektar milik pengusaha di Mahato itu.
Pokja Dua Sosialisasi dan Advokasi KPAID Rohul Surahmat mengatakan Mira sangat menginginkan agar anak laki-lakinya itu bisa bersekolah kembali. Dia mengaku tidak memiliki biaya untuk menyekolahnya.
"Tindakan dari KPAID, bagaimana agar anak ini (Reza) bisa bersekolah kembali. Kami sudah menyarankan agar Reza dititipkan di Dinas Sosial, namun ibunya tidak mau. Dia menginginkan anaknya tetap bisa bersekolah di desanya," jelas Surahmat.
"Karena itu keinginan ibunya, kami akan menyurati sekolah atau turun ke lapangan. Jika namanya sudah dicoret, kami usahakan agar dia bisa tetap belajar di sekolah yang sama," tambah Surahmat.
Sementara, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Rohul Tengku Rafli Armien mengatakan untuk proses tidak adanya biaya perobatan dari pengusaha tidak menjadi wewenangnya. Namun, dia menyarankan agar masalah itu tetap dilaporkan ke dinasnya sehingga diketahui kronologisnya.(Ar)