Kedai Kopi Legends di Kota Bengkalis, Menu Khas Kopi Jogja dan Roti Kawin

Kedai Kopi Legends di Kota Bengkalis, Menu Khas Kopi Jogja dan Roti Kawin
Kedai Kopi Legends di Kota Bengkalis, Menu Khas Kopi Jogja dan Roti Kawin

UTUSANRIAU.CO, BENGKALIS - Daya tarik kunjungan ke kota Bengkalis bagi wisata lokal dan internasional terutama yang pernah tinggal dan bekerja di kota Bengkalis kembali untuk bernostalgia sebagai pecinta kuliner adalah menikmati secangkir kopi dan roti bakar di kedai kopi.

Keberadaan kedai-kedai kopi (Kopitiam) di kota Bengkalis sudah menjamur hampir ada di setiap jalan jalan utama dan sudah merambah ke beberapa sudut kota Bengkalis.

Seiring perubahan waktu dulu masih  semipermanent menjadi rumah toko permanen (beton) yang rata rata di atas lantai dua di kota Bengkalis hampir dipastikan di lantai dasar dijadikan usaha kedai kopi.

Menjadi kunjungan wajib bagi wisata kuliner di kota Bengkalis menikmati sarapan di kedai kopi Jogyakarta terletak di jantung kota Bengkalis jalan Sudirman. Ini merupakan kedai kopi legends bagi pecinta kopi. Selain menu khas kopi Jogja juga ada roti kawin. Ada juga kedai kopi Cirebon di depan kantor BC Bengkalis masih menjadi kunjungan wajib bagi wisata kuliner terutama soto Cirebon juga menjadi favorit masyarakat bengkalis.

Masa 70'

Kedai kopi Jogyakarta dan  kedai kopi Jakarta jalan Yos Soedarso keberadaannya sampai sekarang tetap eksis.  Toke atau pemilik  adalah Aan ( Hailam) generasi pertama sekarang generasi ketiga (cucu Aan) terang Tionglim alias Apo yang  masa remaja bekerja sebagai pelayanan di kedai kopi BB tahun 1970 an pada saat itu masih remaja.

Ket foto : Tionglim alias Apo 

Apo (65) menceritakan kondisi masa 70' di kota Bengkalis, masih kuat dalam ingatannya pad awalnya bekerja di Kedai kopi BB (Bangun Baru, milik Ate) pada saat itu berada di jembatan perikanan (pasar ikan) atau pelabuhan Camat  jln Yos Sudarso sekarang. Apo mengatakan sekitar tahun 1974 harga segelas atau cangkir kopi  baru Rp. 25.

" Pada saat itu pelayaran penumpang dan barang dari dan ke Bengkalis adalah kapal Mulia Kencana tujuan Pekanbaru dan keramaian pelabuhan baik penumpang yang mau berangkat ke Pekanbaru dan warga memadati kedai- kedai kopi dan kami memasak air masih menggunakan arang," kata Apo.

Kemudian di  tahun 1978 pindah kerja ke kedai kopi AA yang berad di jln Tengku Umar ujung di kota Bengkalis.

" Dan pada saat itu juga sudah bermunculan kedai kopi yang berada di jln Tengku Umar seperti kedai kopi Sudi, Marqisa dan Coca-Cola ini mereka satu leret dan bangunan masih dari kayu dan sampai sekarang masih kedai kopi Marqisa yang masih bertahan," ungkap Tionglim.

Setelah beberapa tahun bekerja di kedai kopi AA  sekitar tahun 1980 merantau ke Perawang dan bekerja di pabrik playwood yang tumbuh subur di tepi sungai Siak dan pindah ke Tanggerang (Banten) bekerja beberapa tahun disana.

" Di tahun 1999 saya kembali ke Bengkalis membuka usaha kedai kopi yang terletak di jalan Hasanudin Bengkalis kota dan di tahun 2006 saya pindah ke desa Wonosari timur dan sampai sekarang tinggal di desa Wonosari," ujarnya lagi.

Wajib Ngopi Lagi

Seruan penikmat kopi di kota Bengkalis mengatakan biarpun sudah ngopi di rumah wajib ngopi di kedai kopi. Ini menjadi kebiasaan sehari-hari warga Bengkalis.

Jefri Tumangkeng, warga Bengkalis kota yang setuju atas pernyataan di atas. Jefri dalam kesehariannya tidak lupa ngopi di kedai kopi yang tersebar di tiap-tiap ruas jalan di kota Bengkalis.

" Saya jarang meninggal kewajiban pada saat pagi menjelang siang untuk ngopi dan sarapan di kedai kopi baik itu bersama keluarga atau teman. Karena selain kita ngopi juga ngobrol tentang kondisi Bengkalis dan juga nasional dan di kedai kopi semua membaur warga sipil biasa juga aparatur negara suasana hiruk pikuk terjadi bisa kita lihat di kedai kopi Jogyakarta," ujar Jefri Tumangkeng juga Ketua RT 02/RW 01 kel Bengkalis kota.

Jefri Tumangkeng selain ketua RT juga pelaku usaha bidang perhotelan di kota Bengkalis. Hotel Panorama merupakan rintisan dari orang tuanya (alm. Wim Tumangkeng) yang merantau ke kota Bengkalis pada tahun 1960 an dan bekerja di hotel Semosor di persimpangan jalan Sudirman dan A Yani ( depan lapangan Tugu) merupakan penginapan termewah pada masanya.

" Di masa remaja saya di ajak orang tua untuk ngopi di sekitar jalan Tengku Umar Bengkalis yaitu kedai kopi Marqisa yang Keberadaan sampai sekarang masih ada," kata Jefri juga ketua PHRI kabupaten Bengkalis.

Sebagai ketua PHRI kabupaten Bengkalis, Jefri mengatakan bahwasanya usaha kedai kopi merupakan bahagian dari restoran
dalam binaan PHRI.
" Perkembangan kedai kopi yang berada di kota Bengkalis sangat pesat selain kedai kopi yang mempertahankan sajian kopi yang khas juga telah berkembang kedai kopi dengan konsep modern atau berkembang dengan menyediakan kuliner kuliner yang lengkap," kata Jefri.

Di masa pendemi Covid-19 di tahun lalu pelaku usaha kedai kopi tidak mengalami goncangan baik itu penutup usaha malah semakin banyak yang tumbuh subur dengan konsep konsep memberikan rasa nyaman bagi pelanggan.

" Walaupun ada pembatasan baik  jumlah meja dan jam buka usaha kedai kopi di saat pendemi Covid-19 jumlah penggemar ngopi di Bengkalis tetap ada dan ini merupakan salah satu usaha kecil yang bertahan di masa pendemi Covid-19 yang lalu," ujar Jefri.

Kopi Botol dan Roti Kawin

Bagi penggemar kopi di kota Bengkalis selain langsung mendatangi kedai kopi juga bisa di pesan atau di beli menggunakan botol ( botol sirup) yang sudah dibersihkan.Ini sering dilakukan para penggemar kopi yang tidak sempat datang pesan kopi ditambah roti bakar (roti kawin).

Igbal (47) warga Bengkalis penggemar kopi mengatakan kopi botol biasanya sering dipesan di kedai kopi Jogja dan ditambah temannya dengan roti bakar.

" Pada saat kita masih beraktivitas di kantor biasanya pada siang hari kita bersama kawan-kawan pesan kopi botol dan kami lebih sering pesan ke Jogja," terang Iqbal.

Kedai kopi dan Sepenggal Sejarah

Pesisir Timur Pulau Sumatera salah satunya pulau Bengkalis yang merupakan ibukota kabupaten Bengkalis. Wilayah ini merupakan wilayah yang berhadapan langsung dengan Kepulauan Riau, Batam, dan Malaka di Malaysia. Jika dilihat sekilas, wilayah ini tak beda dengan wilayah lain di Riau, Keadaan ekonomi penduduknya merangkak berkembang meski kesan tertinggal tak bisa dihindarkan.

Hal sederhana yang cukup menyita perhatian di kota Bengkalis yang merupakan tempat aktivitas masyarakat di mana setiap sudutnya dijejali warung kopi sederhana dan kekinian yang menyuguhkan kopi bercitarasa tidak main-main.

Pemiliknya mayoritas adalah keturunan Tionghoa yang rata-rata sudah di turunkan ke generasi kedua.

Biji kopi yang diramu di kedai ini adalah biji kopi pilihan yang berasal dari dataran tinggi bukit barisan. Sebagian memang diimpor dari Malaysia, namun yang menjadi primadona adalah kopi-kopi dari dataran tinggi Jambi dan Sumbar, Solok salah satunya

Hidup dalam Harmoni

Selain kopi, ada hal unik lain yang menjadikan pesisir Timur sepanjang Siak-Bengkalis berbeda. Dari pemilik kedai, saya mendapatkan sedikit cerita. Di wilayah ini, suku Tionghoa menjadi penduduk mayoritas. Keberadaan klenteng, aroma dupa, dan hio serta alunan musik-musik etnik kental terasa.

Tak ada perselisihan, tak ada hegemoni mayoritas atau tirani minoritas, masjid dan klenteng berdiri tegak nyaris tanpa ruang dan sekat. Konon, masyarakat Tionghoa justru mendapat tempat tersendiri sejak kesultanan Siak berdiri meski kesultanan ini adalah kesultanan yang bernapas Islam begitu kental.

Akhir abad ke-19, pada masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II, Sultan meminta para pedagang Tionghoa untuk memberikan semacam workshop tentang bagiamana cara berniaga kepada masyarakat Siak yang kala itu belum banyak berkembang. Atas kebaikan para pedagang Tionghoa ini, sebagai imbalan, Kesultanan Siak menghadiahi penduduk keturunan ini sebuah klenteng yang hingga hari ini masih berdiri baik itu di Kota Bengkalis dan Bukit batu.*** (yulistar)

Berita Lainnya

Index