PEKANBARU, UTUSANRIAU.CO - Universitas Riau (UR) menandatangani Memorendum Of Understanding (MoU) dengan Kejati Riau. Usai melakukan penandatangan dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara di lanjutkan dengan talk show. talk show dengan mengusung tema "peran keluarga dalam mencegah tindak pidana Korupsi".
Acara yang berlangsung di gedung Rektorat lantai IV UR, Rabu (11/03/2015) tersebut turut dihadiri Rektor UR Prof. Dr. Aras Mulyadi, DEA, Pimpinan Pejabat di Rektorat UR, Seluruh Dekan dan Direktur di Fakultas Ekonomi UR, Kepala Biro/ Lembaga, Dharma Wanita UR dan terkait lainnya dan Kejati Riau Setia Untung Arimuladi, SH, M.Hum bersama jajarannya.
Hadir sebagai pembicara yaitu Setia Untung Arimuladi, SH, M.Hum selaku Kejati Riau dan Dr.Hesti Asriwandari yang juga dosen Sosiologi di FISIP UR.
Menurut Kajati dalam pemaparannya, Dalam perspektif Sosiologis, Pengertian Keluarga meliputi Keluarga inti terdiri dari Ayah, Ibu dan anak serta keluarga besar atau keluarga tambahan terdiri dari keluarga inti di tambah dengan anggota keluarga lainnya seperti kakek dan nenek.
"Keluarga merupakan salah satu bentuk lembag pendidikan yang disebut pendidikan informal. dengan kata lain keluarga merupakan sekolah pertama semenjak seorang dilahirkan dan sangat berperan dalam pembentukan anak," papar ari.
Ari juga mengingatkan kepada para peserta, "jangan mengukur segala sesuatu dengan materi". Orang tua mesti mengajarkan kepada anaknya bahwa yang namanya materi bukanlah tujuan (goal) tetapai sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
Namun, terkadang orang tua tidak sadar bahwa apa yang ia lakukan telah mengajarkan kepada anaknya bahwa materi merupakan tujuan dan indikator utama dalam mencapai kesuksesan.
###Ari mencotohkan, misalnya dalam memberian reward atau penghargan kepada anak hanya denga materi semata. Jika anak meraih prestasi, maka orang tuanya akan memberi imbalan berupa uang.
contoh lainnya, jika anak mau disuruh, juga akan di beri imbalan uang dan seterusnya. Inilah yang menjadi keliru, akibatnya psikologis anak akan terbentuk dengan "segala sesuatu diukur dengan uang".
Kata Ari, boleh saja reward yang di berikan berupa materi. namun mesti seimbang dengan spiritualitasnya. Imbalan tidak hanya berupa uang, tetapi bisa berupa pujian, ucapan yang menyenangkan atau dengan car berbagi sesama anak yatim, fakir miskin.
Begitupula dengan memberikan arti tentang sukses, jangan di ukur dengan materi semata. Ketika membimbing anak untuk bercita-cita jangan hanya krena besarnya jumlah uang yang dihasilkan dari apa yang dicita-citakan, tetapi cita-cita tersebut di pilih karena di anggap profesi itu banyak memberi amfaat bagi orang lain, berperan eksis ditengah masyarakat, hidup bernilai dan diridhoi allah swt.
Memberikan keteladanan kepada keluarga. orang tua mesti menjadi teladan bagi anak-anaknya untuk tegas mengatakan tidak pada korupsi.
Orang tua harus senantiasa memberikan pemahaman kepada anaknya bahwa hidup yang benilai bukannlah kemewahan, tetapi keteghan hati dalam menjalankan nilai-nilai kenbenaran.
Selain itu, lanjut ari, "korupsi tidak saja dipahami dari segi materi seperti mengambil uang yang bukan haknya. Tetapi korupsi juga dapat terjadi pada waktu, atau korupsi waktu."
Hidup disiplin, meghadapi waktu dan mengisinya dengna kegiatan positif merupakan hal yang penting yang mesti di ajarkan oleh orang tua kepada anak-anaknya dengan penerapa bukan teori semata.
Memberikan pemahaman kepada anaka sejak dini bahwa "korupsi adalah perbuatan tercela." Orang tua hendaknya menanamkan kebencian terhadap korupsi, pesan ari.
###Selain itu, "untuk menanamkan kebencian terhadap korupsi, orang tua perlu menegaskan bahwa kebanggaan sebagai orang tua bukanlah karena anak-aanaknya kelak menjadi orang kaya raya,"tetapi kebanggaan yang sebenarnya adalah ketika menyaksikan anak-anaknya menjadi orang yang saleh, teguh memegang prnsip kebenaran. dengan begitu, diharapkan mereka kan menjadi insan yang berprinsip, tidak mudah tergoda oleh pengaruh lingkungan yang rusak, termasuk korupsi yang seakan membudaya, harap ari.
Sedangkan Dr.Hesti Asriwandari yang juga dosen Sosiologi di FISIP UR dalam pemaparan mengatakan bahwa Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin "corruptio" (Fockema Andrea : 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary : 1960).
Selanjutnya dikatakan bahwa "corruptio" berasal dari kata "corrumpere", suatu bahasa Latin yang lebih tua.
Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan corruptie/korruptie” (Belanda).
Dalam bahasa Arab "risywah", yang kemudian sering disebut "rasuah" menurut Kamus umum Arab-Indonesia artinya sama dengan korupsi.
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.
###Menurut Hesti, "Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya".
Peran keluarga, Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri individu dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Kegiatan tersebut dapat berupa penanaman nilai-nilai anti tindakan korupsi pada perilaku keseharian anggota keluarga.
Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang berlaku.
Substansi dari dilanggarnya aturan/tata tertib adalah dirugikannya orang lain karena haknya terampas. "Terampasnya hak orang lain merupakan cikal bakal dari tindakan korupsi", papar hesti.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi diawali dari lingkungan keluarga sangat sulit untuk dilakukan.
Justru karena anggota keluarga adalah orang-orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul, maka seringkali pengawasan terhadap adanya perilaku korupsi yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.
"To end corruption is my dream; togetherness in fighting it makes the dream come true".** (Adv/no)
###
