Malam Penutupan PASTAKOM Menampilkan Lima Teaterawan

Malam Penutupan PASTAKOM Menampilkan Lima Teaterawan
Malam Penutupan PASTAKOM Menampilkan Lima Teaterawan/ FOTO: Siswandi ###Malam Penutupan PASTAKOM Menampilkan Lima Teaterawan/ FOTO: Siswandi ###Malam Penutupan PASTAKOM Menampilkan Lima Teaterawan/ FOTO: Siswandi ###Malam Penutupan PASTAKOM Menampilkan Lima Teaterawan/ FOTO: Siswandi ###Malam Penutupan PASTAKOM Menampilkan Lima Teaterawan/ FOTO: Siswandi ###

PEKANBARU, UTUSANRIAU.CO - Pasar Tari Kontemporer VIII di Riau. Kegiatan yang digelar di Anjung Seni Idrus Tintin, Bandar Seni Raja Ali Haji, Kota Pekanbaru, Riau yang berlangsung dari tanggal 11 s/d 15/11/2016. Dimalam penutupan Selasa (15/11/2016) menampilkan  Gelar Tari oleh Wan Harun Ismail Kampar, Fadhila Padang Panjang, Miftakhul pekanbaru, Sri Mulyani Pekanbaru, Rio Tulus Solo. 

Pergelaran teater musik "Ranah Teater" menampilkan "Drama Berdendang (Minangkabau's Opera, Sandiwara Pekaba (Kisah Percobaan Pembunuhan Tuanku Imam) dengan Sutradara S Metron Masdison memikat perhatian penonton yang hadir di di Anjung Seni Idrus Tintin, Bandar Seni Raja Ali Haji, Kota Pekanbaru, Riau. 

"Sandiwara Pekaba" oleh Ranah Perfoming Arts Company karya S. Metron Masdison penampil kedua. mengisahkan satu peristiwa penting terjadi di saat kaum Paderi bertempur dengan Belanda di abad 19. Dalam perang Paderi itu, percobaan pembunuhan dilakukan terhadap pimpinan Bonjol, tuanku Imam, istri dan anaknya terbunuh. Peristiwa tersebut ditransformasikan melalui lantunan kaba dan rentak musik oleh para pemain.

"Kesenian tradisi Minangkabau sangat kaya, tidak akan habis untuk digali dan dieksplorasi sebagai sumber karya. Pelaku seni di Sumatera Barat juga banyak yang memiliki potensi. Yang tidak mereka miliki adalah kesempatan untuk dilihat dan dikenal dunia. Kesempatan itulah yang ingin kita berikan."

###

 Kini bangsa inilah yang harus menentukan, apakah Tuanku Imam akan tetap ditempatkan atau diturunkan dari "tandu kepahlawanan nasional" yang telah "diarak" oleh generasi terdahulu bangsa ini.

Kemudian, Fedli Aziz (Teaterawan) menampilkan karya berjudul "Situs". Melalui karya ini, Fedli Aziz mengisahkan tentang sebuah situs, dimana Situs  merupakan simbol kemurnian dan kesucian. Namun banyak yang melupakan keberadaannya, manusia yang tergelincir akan gegap gempitanya dunia, mengumbar kepura-puraan, kemunafikan dan kebengisan. Melalui gerakan-gerakan kegelisahan,kemarahan dan kerinduan akan kemurnian dan kesucian, namun diakhiri dari runtuhnya situs tersebut dan manusia mendapatkan kehampaan karena kealpaan mereka dalam menjalani kehidupan.

Selanjutnya dari Teater Matan pekanbaru, Hang Kafrawi melalui karyanya "Waktu Lawan" mengisahkan kepedihan yang dialami masyarakat Riau, Ekspolitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam di Riau menyebabkan bencana dan kehancuran, Jerebu asap setiap tahun menyerang Rakyat, Minyak Bumi dan hutan semakin berkurang. 

###

Riau menuju kepunahan sedangkan masyarakat masih banyak berada dalam kemiskinan. Karya ini dibuka dengan dondang kepedihan yang dinayanyikan para pemain kemudian dilanjutkan dengan gerakan pasrah penuh kesedihan akan nasib yang menimpa mereka. 

kebahagiaan akan kekayaan alam yang mereka punyai hancur saat para pendatang asing(Peruisahaan) mengadu domba dan menguasai semua yang mereka miliki. perlawananm demi petrlawanan berakhir kesia-siaan, penguasa memilih harta dan kesenangan pribadi, rakyat  terdedah ketakberdayaan. langkah zapin dan silat mewarnai setiap gerak para pemain. 

"Teater Matan mempunyai ciri khas, yaitu ada saja kelucuan diselipkan diantara kepedihan yang dihamparkan pada pertunjukan malam ini" kata Ningsih, yang merupakan penonton tetap Teater Matan. Inilah karya Teaterawan yang bercerita bukan lagi melalui kata-kata namun melalui bahasa tubuh. **(net/n) 

#########

Berita Lainnya

Index