SELATPANJANG, UTUSANRIAU.CO - Para peserta khususnya penderita HIV/Aids memberikan testimoni dihadapan para peserta workshop pelatihan dan tokoh masyarakat peduli HIV/AIDS. Karena saat itu peserta sempat tidak menyadari bahwa semua peserta yang mungkin duduk bersebelahan atau bersalaman dalam satu ruangan dengan mereka merupakan penderita positif HIV/AIDS.
Pada Workshop Tokoh Masyarakat Peduli HIV/AIDS Kabupaten Kepulauan Meranti, dua pasangan suami istri penderita positif HIV. Secara fisik mereka terlihat sehat, Kiki (32 th) dan Fahmi (34 th) tampil begitu luwes tanpa merasa terbebani membuka dirinya memberikan testimoni.
Saat itu, dia (Kiki, red) memberanikan untuk membuka diri memberikan testimoni dihadapan peserta tentang penyakit yang mereka derita, serta pengalaman mereka menjalani hidup sebagai penderita HIV. Dalam testimoninya mengungkapkan ia divonis positif HIV sejak tahun 2008, Namun ia sendiri tidak tau dari mana ia bisa mendapat penyakit tersebut. Karena ia memiliki sebagian besar dari resiko tertular HIV/AIDS.
"Saya tidak tau pasti bagaimana saya bisa tertular HIV karena saya beresiko, karena saya pengguna narkoba, pernah melakukan seks bebas, dan juga punya tato. Jadi saya tidak bisa pastikan yang mana satu resiko yang menularkan saya itu. Awalnya divonis HIV itu membuat saya kaget, karena saat itu kondisi fisik saya dalam keadaan sehat. Yang paling membuat shock itu adalah kakak saya, karena ia sering memberikan sosialisasi bahaya HIV/AIDS, sementara adiknya yang tinggal bersamanya terkena HIV,” tutur Kiki.
Sedangkan, Fahmi yang aslinya berasal dari Jakarta menuturkan bahwa ia sudah 15 tahun menderita HIV. Penyakit tersebut ia dapatkan karena pergaulan yang salah dengan pecandu narkoba pengguna jarum suntik. Sebagai penderita HIV, memang merasa terbebani juga untuk membuka diri dan mengungkapkan identitasnya. Karena masyarakat ada yang masih belum mengerti cara penularan HIV.
"Mereka takut kami akan menularkan ke mereka. Padahal sebenarnya, berada di tengah-tengah masyarakat seperti ini, kami yang harusnya lebih khawatir karena penyakit ini membuat daya tahan tubuh kami lemah dan mudah diserang penyakit. Barang kali ada diantara masyarakat yang TBC itu akan mudah sekali kami terserang," ucap Fahmi.
Rasa bersalah yang ingin ditebus akan perbuatan masa lalunya menjadikan Fahmi punya alasan untuk berani tampil memberikan testimoni. Baginya dengan mensosialisasi bahaya HIV/AIDS ke tengah-tengah masyarakat bisa mengurangi dosa-dosanya dimasa lalu. Sementara Kiki, berkeinginan agar tidak ada lagi penderita-penderita HIV/AIDS lainnya, dan ia mau penderita HIV/AIDS lainnya untuk bangkit menjadi bermanfaat untuk orang lain, bersama-sama mencegah penularan penyakit tersebut.
Pasangan yang baru menikah sebulan lalu ini , bertekad untuk terus mengabdi dan mensosialisasikan ke masyarakat luas tentang bahaya HIV/AIDS dan bersama-sama melakukan pencegahan penyebaran HIV/AIDS. Dan berharap dari pernikahan ini, mereka dianugerahi keturunan yang sehat.
Sementara itu ada yang beranggapan bahwa penderita HIV itu tidak akan punya umur yang panjang. Karena sampai saat ini belum ada obatnya, tapi dengan cara pola hidup sehat dan patuh akan minum obat, ini membuat mereka lebih bertahan.
"Umur itu juga tidak ada yang tahu, dan menjadi rahasia Tuhan. Saat ini kami berdua jalani saja, kami harus bugar setiap hari agar tidak mudah sakit dengan pola-pola hidup sehat, dan setiap hari harus minum obat tepat pada waktunya. Kemudian berdoa kepada Allah, semoga diberikan kesehatan dan segera mendapatkan momongan yang sehat," kata Fauzi berharap.
Wakil Bupati Kepulauan Meranti H.Masrul Kasmy yang turut hadir dalam workshop tersebut seketika haru ketika mendengar pernyataan kedua pasangan suami istri tersebut.**(Rhd)
###
