SETIAP BAGIAN SISI KEHIDUPAN hendaknya mampu dijadikan sebagai suatu pembelajaran. Sebagai seorang guru, pun hal yang sangat penting selain mendidik adalah mengajar untuk memberikan suatu pembelajaran bukan pengajaran. Mengapa demikian? Pengajaran jauh berbeda dengan pembelajaran.
Pengajaran adalah suatu kegiatan mengajar dimana siswa atau subjek pembelajaran dianggap sebagai sesuatu yang kosong. Dalam hal ini, guru adalah orang yang menempatkan diri sebagai sosok yang paling tahu dan mumpuni. Padahal setiap orang sejatinya mempunyai pengetahuan awal baik sejalan ataupun tidak bersinggungan sama sekali dengan makna yang sesungguhnya.
Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan mengajar yang menggunakan prinsip kontruktivisme. Dalam hal ini, guru adalah fasilitator bagi subjek pembelajaran untuk membangun pemahaman awalnya tentang sesuatu menjadi pemahaman yang sejati. Jika pengetahuan diibaratkan seperti pohon, maka suatu kegiatan mengajar hendaknya seperti air sebagai penyiram atau pupuk sebagai penyubur. Alhasil, proses mengajar tidak hanya
memberikan pembelajaran kepada siswa saja tetapi juga memberikan pembelajaran kepada diri guru tersebut. Hal tersebut karena ketika terjadi pembelajaran juga akan terjadi proses filter pengetahuan antara guru dan siswa. Dari sinilah pembelajaran untuk guru itu berasal.
Sebab, setiap orang seahli apapun dalam suatu bidang, tetap tidak akan luput dari blain side, sisi buta yang tidak dipahami oleh seorang ahli. Guru yang mau dan mampu mengajar untuk bisa memberikan pembelajaran baik
kepada siswa maupun untuk diri sendiri adalah sosok guru yang memiliki karakter pembelajar abadi. Inilah karakter guru-guru masa depan yang dibutuhkan oleh bangsa ini.
Sebuah bangsa yang saat ini berada dalam kondisi carut marutnya karakter kebangsaan yang sejati. Guru pembelajar abadi akan senantiasa belajar bagaimana membenahi karakter melalui pendidikan dari proses panjang setiap pembelajaran yang ia berikan. Hal demikian sangat utama dan mulia di sisi Islam. Sebagaimana Firman Allah SWT sebagai berikut:
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadalah:11).Menjadi guru sebagai pembelajar abadi bukan hal yang mudah sekaligus bukan juga hal yang sulit selagi ada azzam dan ikhtiar yang besar dalam diri kita. Sebagaimana petuah
Imam Syafi’i bahwa ilmu itu bagaikan binatang buruan, sedangkan pena adalah pengikatnya.
Maka ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat. Alangkah bodohnya jika kamu mendapatkan kijang (binatang buruan) namun kamu tidak mengikatnya hingga akhirnya binatang buruan itu lepas di tengah-tengah manusia.
Keutamaan sosok pembelajar abadi adalah mendapatkan dunia dan akhirat atas izin Allah SWT. Sebagaimana hadits nabi SAW.,“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu,” (HR.Tirmidzi).
Sedangkan, menurut Luqman Bayasut ada 7 Tipe Pembelajar, yang pertama adalah tipe gelas penuh. Tipe ini diibaratkan kepada mereka yang enggan menerima ilmu dari suatu kegiatan pembelajaran, dikarenakan rasa diri yang sudah lebih pintar dan lebih hebat. Ketika diberikan suatu hal baru, mereka menanggapinya dengan skeptis, atau hanya sedikit menerimanya karena ilmu yang dimilikinya dirasa sudah lebih mumpuni.
Seperti halnya gelas penuh yang kemudian dituangkan air, pasti kebanyakan akan meluber tumpah dan sisanya Tipe kedua adalah tipe gelas kosong. Tipe ini diibaratkan kepada mereka yang siap menerima ilmu secara penuh saat kegiatan pembelajaran secara terbuka dan sukarela. Entah mereka itu orang yang sudah ekspert atau belum dalam bidang tersebut, mereka tetap sukarela menampung apapun masukan dan ilmu yang didapat dari mentor/gurunya terkait hal yang dipelajarinya. Bagaikan gelas kosong yang siap diisi air apapun, dari manapun.
Tipe ketiga adalah tipe gelas bertutup. Tipe ini diibaratkan kepada mereka yang menolak suatu pembelajaran dan benar-benar menutup diri dari suatu hal yang baru, entah dikarenakan mereka sudah ‘terisi’ atau belum. Biasanya ini direpresentasikan kepada seseorang yang malas untuk menuntut ilmu atau menuntut ilmu dengan penuh keterpaksaan sehingga tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.
Tipe keempat adalah tipe gelas pecah / tanpa gelas. Tipe ini diibaratkan kepada mereka yang sama sekali tidak siap menerima pelajaran. Fisik mereka ada di tempat belajar, tetapi pikiran mereka terkesan entah dimana. Biasanya ini direpresentasikan kepada orang yang tidak konsentrasi dalam kegiatan pembelajaran atau orang yang berpikiran kosong ketika menerima pelajaran.
Seperti air yang dituangkan kedalam gelas pecah yang sudah hancur lebur, bahkan seperti air yang ditumpahkan tanpa gelas. Meluber tanpa ada media Tipe kelima adalah tipe gelas erlenmeyer. Tipe ini diibaratkan kepada mereka yang cenderung kesulitan dalam menerima materi yang disampaikan, bukan kesulitan berdasarkan
motivasi, tetapi kesulitan yang berdasarkan teknis. Semisal sulit menangkap, dan lain-lain.
Hal ini seperti air yang dituangkan kedalam pipet yang memiliki lubang yang jauh lebih kecil dapiada gelas, walaupun volumenya sama. Untuk mengantisipasinya diperlukan ‘corong’ untuk membantu penuangan air agar lebih mudah. Tipe keenam adalah tipe gelas bocor. Tipe ini diibaratkan kepada mereka yang cenderung mudah lupa ketika mendapatkan suatu materi pembelajaran. Seperti gelas bocor yang airnya akan terus berkurang. Solusi dari hal ini adalah diperlukannya ‘penambal’, yang dalam hal ini adalah media-media pengingat semisal catatan atau hal lain yang dapat membantu dalam menjaga daya ingat.
Tipe yang terakhir adalah tipe gelas kosong berpenyaring. Nah, tipe ini merupakan tipe yang paling recomended oleh Luqman dan juga penulis. Diibaratkan kepada mereka yang siap menerima ilmu secara penuh saat kegiatan pembelajaran secara terbuka dan sukarela, tetapi memiliki filter untuk menyerap mana yang baik dan menyaring mana yang kurang baik untuk berikutnya. Karena memang setiap orang tidak ada yang sempurna, dan
tugas kita adalah mengambil kebaikan dari setiap orang dan membuang kekurangannya.
Seperti gelas yang berpenyaring, ketika dituangkan teh maka akan akan dapat menampung air yang jernih dan membuang ampas-ampasnya.Guru adalah sosok yang digugu dan ditiru. Sosok yang memiliki karakter pembelajar
abadi adalah potret guru purnama. Ibarat bulan, ia tidak lagi sabit. Bahkan, Siapapun dan apapun profesinya, kapanpun dan dimanapun sosok yang selalu belajar dan memberikan pembelajaran dari setiap proses kehidupannya adalah guru purnama. Setiap lini, setiap sisi-sisi kehidupannya mampu ia maknai sebagai sesuatu yang positif.
Bahkan berusaha dan belajar menemukan kebaikan dan hikmah di dalam setiap peristiwa yang tidak baik sekalipun. Banyak hikmah dan petuah tertulis, tetapi jauh lebih banyak pelajaran-pelajaran berharga yang tersirat. Singkaplah tirainya dengan menjadi pembelajar abadi. Jadilah pembelajar abadi yang purnama agar terlihat makna sejatinya.
Penulis :
Kitty Andriany, S.Pd.
(Guru Konsultan Sekolah Guru Indonesia Dompet Dhuafa)
