Lindungi Petani Tembakau Nasional

Lindungi Petani Tembakau Nasional

UTUSANRIAU.CO -- Banyak sekali kampanye-kampanye anti rokok yang mematikan petani tembakau dan cengkeh. Sebenarnya isu tembakau itu sudah sangat besar dan masuk dalam isu internasional. Tembakau dan kretek memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan  tenaga kerja, dan pendapatan negara. Pun merupakan satu-satunya industri nasional yang  terintegrasi dari hulu ke hilir.

Mulai dari penyediaan  input produksi (pertanian tembakau), pengolahan (pabrik rokok), hingga sektor penjualan (ekspor rokok, perdagangan dalam negeri, pedagang  kaki lima,  warung kelontong, dsb).  

"Semua dilakukan di dalam negeri oleh pelaku-pelaku  usaha nasional dengan melibatkan tenaga kerja yang sangat besar jumlahnya,” ujar Koordinator Percik Indonesia AJ Susmana.

“Luas areal tembakau didominasi  perkebunan rakyat sebesar 97,43%.  Jumlah tenaga kerja industri rokok mencapai  angka 10 juta orang  atau 10% dari jumlah  keseluruhan  tenaga  kerja di tanah air. Industri  ini  memberikan  sumbangan sangat besar  terhadap  pendapatan negara dari pembayaran cukai, yaitu sebesar Rp62,75 triliun (APBN 2010). Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding dengan  penerimaan  negara dari sektor tambang  yang  hanya Rp13,77 triliun.  Padahal luas lahan yang dieksploitasi tambang mencapai 42 juta hektar. Sementara lahan yang diperuntukkan  bagi  industri tembakau  hanya  198 ribu  hektar. Tembakau sungguh bermartabat, sudah sepantasnya bangsa ini berterima kasih kepadanya,” Lanjut Susmana.

Masih dalam paparan Susmana, bahwa tembakau dan kretek mendapat tekanan dari rezim internasional melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).  Perjanjian internasional yang disepakati di bawah organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) yang bertujuan membatasi produksi, distribusi, dan penjualan tembakau di dunia dengan alasan kesehatan.

FCTC berisi dukungan bagi  kegiatan  kampanye anti-rokok secara internasional dan nasional yang  dibiayai industri  internasional di bidang kesehatan dan farmasi. Target kampanye anti-rokok internasional adalah bagaimana  melakukan penjualan produk pengganti nikotin (yang disebut Nicotine Replacement Therapy/NRT) secara massal. Kampanye ini juga didukung World Bank dan telah dimasukkan dalam satu program pencapaian pembangunan Millennium Development Goals (MDGs).

Dengan dalih kesehatan,  FCTC dan arah kebijakan “rezim kesehatan internasional” serta meluasnya gerakan kampanye anti-rokok, telah   menjadi “senjata pembunuh massal” bagi petani tembakau,  petani cengkeh, buruh-buruh dari industri tembakau skala kecil,  menengah, dan besar, dan jutaan rakyat lain yang hidupnya tergantung pada industri yang terkait dengan industri tembakau.  

Banyak  tenaga kerja produktif  yang terancam kehilangan sumber nafkah kehidupannya. Negara juga terancam  kehilangan sumber penerimaan dari industri tembakau. Kesemuanya ini tidak ditanggung dan tidak digantikan oleh proyek-proyek “rezim kesehatan internasional” melalui antek-antek lokalnya dengan segala agenda anti-tembakaunya.

Di lain sisi penyair Dewi Nova melihat bahwa petani tembakau di Kendal, mengalami harap-harap cemas dengan adanya isu mengenai larangan anti merokok. Dimana mereka berpikir bahwa ini akan berdampak tidak baik pada perkebunan dan nasib mereka sebagai petani tembakau.  

Dewi Nova yang saat ini aktif dalam gerakan koperasi turut prihatin dengan kecaman-kecaman anti rokok yang meresahkan petani-petani tembakau kecil. Bahkan dalam kesempatan diskusi hari ini ia menyampaikan pesan resahnya dalam puisi “Bisik Daun Tembakau”. Puisi tentang  buruh migran yang terpaksa bekerja di negara lain akibat tembakau mereka tak menghasilkan lagi.

Masih ditempat yang sama Presiden Telapak Khusnul Zaini mengungkapkan bahwa sampai saat ini belum ada larangan tentang dilarang merokok. Dan jika saja ada larangan tersebut, tentu ini akan menyeret seluruh aspek yang ada baik dalam perekonomian masyarakat, pemerintah, bahkan bagi petani tembakau sendiri.

“Undang-undang tahun 1947 melegalkan rokok dengan melegalisasi produk rokok dengan nama bea cukai. Namun yang harus kita dan pemerintah sadari bahwa untuk keberlangsungan petani kecil tembakau,  harus ada jaminan kesejahteraan bagi mereka," paparnya.

“Pengalaman Telapak yang telah bekerja bersama dengan masyarakat, membuktikan bahwa untuk menuju itu semua harus dari masyarakatnya yang ikut serta membangun. Untuk mengatasi hal tersebut, koperasi untuk para petani tembakau kecil sangatlah berperan penting dalam menyelamatkan mereka,” ujar Khusnul Zaini.

“Dengan Kewirausahaan koperasi kita berharap sikap mental positif dalam berusaha secara koperatif, dengan mengambil prakarsa inovatif serta keberanian mengambil risiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi, dapat mewujudkan terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama.” (rls)

Berita Lainnya

Index