Organisasi KORPRI Setelah Diberlakukannya UU Nomor 5 TAHUN 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

Organisasi  KORPRI  Setelah Diberlakukannya UU Nomor 5 TAHUN 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
#########

Oleh: Asmadi

Pada setiap tanggal 29 November, sesungguhnya merupakan hari jadi sebuah organisasi aparatur pemerintah yang bekerja sebagai TNI / POLRI, instansi pemerintah pusat dan daerah serta badan usaha milik Negara yang disebut dengan Korps Pegawai Republik Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan KORPRI.  

Tapi mungkin masih ada diantara teman – teman sesama pegawai pemerintah khususnya  di Provinsi Riau yang memahami organisasi ini hanya sebagai lambang dan atribut yang dipakai pada waktu tertentu,  tanpa makna yang berarti baginya. Seorang guru lebih memahami tentang organisasi PGRI dan  pegawai pemerintah daerah lebih memahami sebagai seorang PNS disuatu instansi pemerintah dengan berbagai jabatan dan tugasnya, Suatu kenyataan dan keniscayaan yang patut kita renungi tentang peranan dan kiprah KORPRI masa lalu, sekarang dan akan datang dalam meningkatkan soliditas, solidaritas dan kesejahteraan anggotanya.

Di hari jadi KORPRI yang ke-43 tanggal 29 November 2014 ini, penulis ingin mengajak pembaca menelisik kembali sejarah terbentuknya organisasi pegawai pemerintah terbesar di Indonesia, yang dirangkum dari berbagai sumber Periode 1945 -1966.

Pada masa revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan RI dan orde lama, pegawai pemerintah yang bekerja di Instansi dan jawatan pemerintah memiliki perhimpunan serikat pegawai tersendiri, demikian pula organisasi TNI / POLRI yang tumbuh dan berkembang dari TKR / BKR. Pemilihan umum pertama tahun 1955 yang diikuti oleh 100 partai politik, fanatisme terhadap partai demikian kuat dan tak terkecuali pegawai pemerintah. Banyak pegawai pemerintah ikut saling dukung mendukung partai politik sehingga roda pemerintahan tidak berjalan dengan baik. Ketika pemerintahan semakin lemah, partai poliitik saling berebut kekuasaan yang ditandai oleh sejarah dengan gerakan 30 September 1965 yang dimotori oleh Partai Komunis Indonesia.
 
Periode 1966 - 1971

Sebagai anti klimaks terhadap roda pemerintahan Indonesia dan penumpasan G 30 S PKI, maka organisasi pegawai negeri yang terdiri dari TNI / POLRI, pegawai pemerintah pusat dan daerah mulai dilakukan pembenahan, sehingga dapat mengurangi pengaruh partai politik. Pembenahan lembaga pemerintah baik eksekutif, legislatif dan yudikatif semakin dimantapkan dan rekrutmen pegawai pemerintah dilakukan secara ketat dengan menutup kemungkinan masuknya idiologi komunisme melalui birokrasi. Untuk menyatukan seluruh Pegawai Negeri Sipil, TNI / POLRI, sehingga menjadi aparatur yang bersih, professional, setia pada Pancasila dan UUD 1945 serta netral dalam berpolitik, maka pada tahun 1971 dibentuk panitia 6 yang diketuai oleh Sumarman, SH yang melahirkan keputusan presiden Nomor 82 tahun 1971 tanggal 29 November 1971 tentang Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KORPRI).

###

Periode 1971 – 1998
Keinginan dan idialisme pembentukan dan penyatuan seluruh pegawai pemerintah dalam organisasi KORPRI pada mulanya berjalan dengan baik. Namun ketika roda pemerintahan  dikuasai oleh salah satu partai politik dan penyederhanaan serta peleburan berbagai elemen partai politik pada orde lama yang didukung oleh TNI dan POLRI, maka konsep monoloyalitas dan pengamalan sila – sila pancasila menjadi suatu keharusan bagi setiap pegawai negeri. 

Konsep inilah yang nantinya menjadi pegangan dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemerintahan orde baru. Monoloyalitas diterjemahkan sebagi ketaatan terhadap pemerintah, atasan dan partai yang berkuasa. 

Sedangkan pengamalan sila-sila Pancaslia diterjemahkan sebagai pengamanan terhadap keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia yang netral terhadap libralisme, kapitalisme, Negara agama dan komunisme. Namun jika dilihat secara mendalam bahwa organisasi KORPRI pada masa orde baru sesungguhnya telah keluar dari visi dan misinya sendiri yaitu ingin mewujudkan anggota KORPRI yang professional, netral dan sejahtera. Profesional dalam rekrutmen, karier dan penempatan tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan di berbagai instansi pemerintah. 

Netral dalam arti KORPRI belum mampu menempatkan posisinya diatas 3 (tiga) partai politik. Sementara itu peningkatan kesejahteraan PNS, TNI/POLRI masih relative kecil dibandingkan pegawai swasta, sehingga kesejahteraan anggota KORPRI banyak dibuat dalam bentuk kamuflase retorika seremonial, seperti pada upacara hari – hari besar Negara, Hari kesetiakawanan social nasional (HKSN) dan tentunya ketika pada masa kampanye pemilu legislative. Mobilisasi pegawai negeri sipil sudah menjadi hal biasa dalam kampanye politik orde baru, sehingga muncul istilah sekasur, sedapur, sesumur dan sedulur. Sebuah perjalanan politik praktis dikalangan birokrasi yang harus dijalankan oleh para abdi Negara dan masyarakat, jika tidak ingin menjadi pesan anti pemerintah.

###

Periode 1998 – sekarang
Pemegang kendali pemerintahan berganti dari orde baru menuju orde reformasi, KORPRI menjadi sebuah organisasi besar, tetapi sudah kehilangan arah dan kurang diminati anggotanya. Anggota KORPRI melihat organisasi ini tidak mampu lagi memberikan kontribusi menggerakkan anggota seperti pada masa orde baru. Ketika Musyawarah Nasional KORPRI ke-5 tanggal 15 s/d 17 Februari tahun 1999 di Jakarta, organisasi ini mencoba untuk bangkit dan merefosisi pada sikap netral yang tidak berafiliasi dengan kekuatan politik manapun, yang melahirkan konsep paradigm baru KORPRI YANG PROFESIONAL, NETRAL, SEJAHTERA, MANDIRI DAN DEMOKRATIS. 

Dalam undang – undang Nomor 43 tahun 1999 pegawai negeri terdiri dari PNS Pusat, PNS daerah dan  TNI/POLRI. Pada masa pemerintahan presiden Abdurrahman wahid dan dilanjtkan Ibu Megawati Soekarnoputri (1999 – 2004 ) pengurus KORPRI baik di instansi pemerintah pusat dan daerah dijadikan pejabat structural dan menjadi bagain dari system pemerintahan. 

Ketika pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudoyono (2004 – 2009), pejabat structural KORPRI kembali dihapus. Perjuangan KORPRI tidak pernah menyerah, guna meningkatkan peranan dan fungsi organisasi untuk dapat mengayomi dan mensejahterakan anggota. Hasil musyawarah nasional ke-6 tahun 2004 menguatkan kembali posisi organisasi KORPRI untuk netral dalam berpolitik dan lebih focus pada penguatan organisasi, pengembangan sumber daya manusia, usaha dan kesejahteraan serta perlindungan hukum bagi anggotanya. 

Untuk lebih memperkokoh kedudukan organisasi, maka pada masa pemerintahan cabinet Indonesia Jilid II (2009 – 2014), maka dikeluarkan keputusan Presiden nomor 24 tahun 2010 tentang pengesahan anggaran dasar KORPRI. Dengan dikeluarkannya keputusan presiden tersebut, KORPRI sebagai organisasi yang mengayomi seluruh Pegawai Negeri Sipil merupakan bagian dari system pemerintahan dan memiliki secretariat Dewan Pengurus baik pada tingkatan nasional, provinsi dan Kab / Kota. 

Namun dalam implementasinya keputusan presiden tersebut diterjemahkan secara beragam oleh gubernur maupun bupati / walikota tentang pembentukan secretariat dewan pengurus KORPRI. Ada suatu persoalan yang merupakan celah partai politik untuk menarik anggota KORPRI / PNS untuk terlibat dalam politik praktis baik secara terang – terangan maupun sembunyi-sembunyi dalam konteks pemilihan kepala daerah. Secara organisatoris bahwa setiap anggota KORPRI harus bersikap netral, namun tidak sedikit secara individu menjadi bagian dari tim sukses calon kepala daerah. 

Hasilnya sudah dapat ditebak, bahwa ketika kepala daerah yang didukung menjadi pemenang dalam Pilkada, maka banyak pejabat yang ditempatkan menuai permasalahan baik dari segi pangkat, pengalaman dan latar belakang pendidikan.
 
Ada keinginan untuk merubah anggota KORPRI / PNS tidak ikut dalam eforia poliitik dan penempatan pejabat structural maupun fungsional sesuai dengan keahlian masing – masing. Untuk itu pemerintah bersama DPR RI periode 2009 – 2014 telah mengeluarkan undang – undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Harapan PNS sangat besar terhadap undang – undang ini, namun implementasinya masih menunggu peraturan pemerintah yang mengatur lebih lanjut. 

Secara organisatoris KORPRI akan berubah menjadi Korps Profesi Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan peran dan fungsi yang lebih tegas. Untuk memperoleh jabatan di pemerintahan setiap orang diberi kesempatan untuk menduduki jabatan baik structural maupun fungsional melalui tes pada lelang jabatan. Akhirnya suatu kewajaran bahwa pro dan kontra undang – undang ASN ini sering muncul dan banyak pihak yang harap – harap cemas akan kedudukannya, tapi ini harus dilalui oleh setiap abdi Negara dan masyarakat untuk menuju perubahan. Selamat ulang tahun KORPRI.

Penulis adalah pengamat organisasi KORPRI dan 
tergabung dalam pekerja social profesional

###

Berita Lainnya

Index